Landasan Filosofis dan Psikologis-pedagogis Pendidikan di SD
Ada beberapa keyakinan tentang keniscayaan pendidikan anak di usia antara 6 hingga 13 tahun, yaitu pertama, adanya upaya melembagakan atau memformalkan pendidikan di usia tersebut dalam suatu lembaga yang bernama ”sekolah”, diyakini sangat tepat dilakukan agar insan muda tersebut dapat dibentuk, dipengaruhi, dan dikondisikan seusai dengan perkembangan mental, fisik, sosial untuk dapat menjadi dewasa. Kedua, proses ”disekolahkan” tersebut merupakan upaya yang sistematik dan sistemik dapat lebih efektif dan bermakna dibandingkan proses pendewasaan secara naluriah dan alamiah melalui hanya proses sosialisasi di dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya secara sendiri sendiri. Ketiga, berbagai teori khususnya teori tentang belajar seperti behaviorisme, kognitifisme, humanisme, dan sosial serta adanya filsafat pendidikan seperti perenialisme, esensialisme dan rekonstruksionalisme sosial yang mendukung proses pendewasaan individu melalui pendidikan persekolahan. Berikut ini beberapa Teori yang menguatkan lembaga pendidikan sekolah dasar sebagai tempat mendewasakan anak.
a. Teori Kognitifisme
Salah satu tokoh terkenalnya adalah Jean Piaget. Secara teori, perkembangan kognitif mencakup tiga proses mental yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Berikut ini adalah kutipan yang diambil dari ”Piaget dan Teorinya” oleh Pristiadi Utomo di http://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya/ tentang tiga proses mental tersebut.
”asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan atau ekuilibrasi.
Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika anak berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu :
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak atau
Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.
Kejadian kesesuaian yang sempurna merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat apa-apa (jalan buntu) atau
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi”.
Tambahan pula, Luthfi Seli Fauzi dalam Perkembangan Kognitif dalam Perspektif Piaget, pada 20April 2008 di http://luthfis.wordpress.com/2008/04/20/ perkembangan-kognitif-dalam-persprektif-piaget/ menguraikan tentang temuan Piaget bahwa “setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer”.
b. Teori Historis-Kultural
Tokohnya adalah Lev S. Vygotsky. Ada 3 konsep pokok yang terkait dengan pembelajaran, yaitu (1) hukum genetik perkembangan, (2) zona perkembangan proksimal, (3) mediasi.
1) Hukum genetik perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang berlangsung dalam 2 tataran yaitu lingkungan sosial yang dianggap sebagai faktor utama, dan suasana psikologis dalam seseorang yang tumbuh sebagai implikasi dari proses internalisasi terhadap proses-proses sosial.
2) Zona perkembangan proksimal
Merupakan ruang antara perkembnagan aktual dengan perkembangan potensial seseorang yang ada dalam diri. Perkembangan aktual dapat dilihat dari kemampuan intramental seseorang dalam bentuk anak melakukan sesuatu, atau memecahkan masalah secara mandiri. Perkembangan potensial dapat dilihat dari kemampuan intermental seseorang dalam bentuk menyelesaikan pekerjaan di bawah bimbingan orang lain.
3) Mediasi
Mediasi dibagi menjadi mediasi kognitif dan meta kognitif. Contoh Mediasi kognitif adalah penggunaan pengetahuan spontan, konsep, generalisasi, dan teori, serta prosedural dalam memecahkan masalah. Contoh dari mediasi meta kognitif adalah melakukan pengaturan diri dalam bentuk kegiatan perencanaan diri, pemantauan diri, pengecekan diri, dan evaluasi diri.
c. Teori Humanistik
Ada 7 aspek tujuan pendidikan humanistik, yaitu: (1) perkembangan personal, contohnya kematangan berbicara; (2) Perilaku kreatif, seperti kreativitas imajinatif, interpretasi baru, atau makna baru; (3) Kesadaran antar pribadi, contohnya setiap orang membutuhkan orang lain untuk berteman; (4) orientasi terhadap mata pelajaran atau disiplin ilmu; (5) Materi; (6) Metode pembelajaran afektif; (7) Guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Karakteristik pendidikan di SD yang mencakup Fungsi, Tujuan, dan ciri-ciri pendidikan di SD.
Menurut Anda, apa sebenarnya tujuan adanya pendidikan di SD? Apakah agar anak-anak menjadi orang yang hebat, kaya, sukses, dan pandai-pandai? Apakah kita ingin anak-anak menjadi orang yang berbudi luhur, dan mandiri? Sebenarnya tujuan pendidikan di SD dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Menanamkan kemampuan dasar baca-tulis-hitung
Kemampuan dasar tersebut dianggap merupakan prasayarat bagi setiap orang agar dapat hidup wajar dalam masyarakat yang selalu berkembang. Apakah di daerah Anda ada orang yang buta aksara? Bagaimana kehidupan mereka? Bagaimana saat mereka mendapat surat atau pengumuman penting dari kelurahan? Bagaimana mereka mengurus anak-anak mereka? Oleh karena itu dengan adanya standard pendidikan nasional tingkat satuan pendidikan sekolah dasar yang mengatur jumlah minimum jam pelajaran, diharapkan kemampuan dasar baca-tulis-hitung anak-anak dapat diasah secara maksimal
2. Menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya
Menurut Anda apa fungsi adanya muatan lokal (mulok) sebagai sebuah mata pelajaran? Apakah hanya sekedar untuk mengenalkan budaya lokal semata? Banyak sekolahan yang menjadikan mulok sebagai matapelajaran sendiri, adanya yang terkonsentrasi pada percakapan bahasa inggris, adanya kesenian, dan ada yang keterampilan. Namun, adakah yang mengajarkan budipekerti, keterampilan berkomunikasi, keterampilan berwirausaha? Nah itu semua adalah bentuk dari pengetahuan dan keterampilan dasar berorientasi pada “life skill”. Anak-anak membutuhkan keterampilan bagaimana harus bertoleransi kepada teman-temannya, bagaimana caranya menyapa orang-orang yang lebih tua dan dihormati, bagaimana menjaga lingkungannya.
3. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SMP
Saat ini Indonesia sudah mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Artinya seluruh anak harus pernah mengenyam pendidikan minimal hingga lulus bangku SMP. Di kelas-kelas tinggi seperti kelas 6, siswa-siswa sudah dipersiapkan untuk menerima materi yang lebih kompleks lagi di SMP dengan mematangkan kemampuan dasar baca tulis hitung mereka.
Pembahasan berikutnya adalah tentang ciri-ciri pendidikan SD. Secara umum, pendidikan di SD mempunyai ciri sebagai berikut.
- Kemelekwacanaan. Fokus pendidikan di SD adalah bagaimana peserta didik dibentuk dalam hal literasi atau kemelekwacanaan, bukan pada pembentukan akademik. Misalnya bagaimana memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya tertib dalam menggunakan jalan raya, dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Pendidikan di SMP dan SMA tidak memiliki karakteristik pendidikan seperti ini, karena penekanannya pada aspek pembentukan kemampuan akademik.
- Kemampuan berkomunikasi.
Semestinya pendidikan di SD sudah mulai membekali siswa untuk mampu berkomunikasi sederhana secara lisan dengan menyampaikan pendapat, menyampaikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, serta secara tertulis dengan membuat karangan, puisi, surat.
- Kemampuan memecahkan masalah
Pendidikan di SD juga harus mampu memberikan keterampilan melakukan analisa dan evaluasi situasi secara sederhana. Misalnya apabila pada saat pulang sekolah, tiba-tiba ada orang yang tidak dikenal datang menjemput, lalu apa yang harus dilakukan siswa. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisa, dan mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapinya, akan membuat siswa siap memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi
- Kemampuan bernalar
Pendidikan di SD juga harus dapat mengarahkan siswa untuk menggunakan logika dan bukti-bukti nyata, bukan mengambil keputusan didasarkan atas perkiraan, dugaan, dan perasaan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar